MAKALAH
“HUBUNGAN
ANTARA KEBUDAYAAN, AGAMA DAN MASYARAKAT”
MATA
KULIAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
PENGAMPU
: Drs. Suwarno, SH., M.Pd.
Di
susun oleh :
1.
Pitra
Dwiningsih (A410090005)
2.
Tedy
Setyawan (A410090032)
3.
Iin
Sugiarti (A410090040)
4.
Novi
Fuat Ari Setiawan (A410090042)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGAM
STUDI MATEMATIKA
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011/2012
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu persoalan
besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menjaga persatuan dan
kesatuan serta membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara yang berbeda budaya dan umat beragama. Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan
kearah keutuhan dan kesejahteraan adalah masalah kerukunan sosial, termasuk
didalamnya hubungan antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan mempunyai banyak pengertian
diantaranya meliputi sebagai berikut:
a. Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
b. Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme
kasar" di Amerika,
"keselarasan individu dengan alam" d jepang dan "kepatuhan kolektif" di cina.
c. Kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
d. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan sangat
erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
e. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
f. Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
g. Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak.
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Ada
kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia
dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya
ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat,
manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta. Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti
tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti
sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara
integritas. Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti
tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti
sesuatu yang tidak kacau. Agama dan kebudayaan tidak terlepas dari masyarakat,
dimana ketiganya mempengaruhi sistem sosial manusia disuatu negara.
Masyarakat
berasal dari bahasa arab yaitu musyarak. Musyarak memiliki arti sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau terbuka. Masyarakat
terdiri atas individu-individu yang saling berinteraksi dan saling tergantung
satu sama lain atau di sebut zoon polticon. Dalam proses pergaulannya,
masyarakat akan menghasilkan budaya yang selanjutnya akan dipakai sebagai
sarana penyelenggaraan kehidupan bersama. Oleh sebab itu, konsep masyarakat dan
konsep kebudayaan merupakan dua hal yang senantiasa berkaitan dan membentuk
suatu sistem. Karena itu
Masyarakat hidup berdampingan dengan kebudayaan, kebudayaan dalam masyarakat yang
akhirnya membawa perubahan pada masyarakat itu sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian diatas bahwa kebudayaan yang ada di Indonesia banyak mempengaruhi
keanekaragaman agama dan masyarakat yang ada di Indonesia. Untuk itu ada
hubungan antara kebudayaan, masyarakat dan agama sebagai berikut :
1. Hubungan
kebudayaan dengan agama.
2. Hubungan
masyarakat dengan agama.
3. Faktor-faktor
yang menyebabkan masyarakat menolak kebudayaan baru.
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Kebudayaan dengan Agama
Pengaruh
kebudayaan hindu di Indonesia bisa kita ketahui dengan adanya penemuan prasasti yang ditemukan di Jawa Barat. Dari bentuk dan gaya
huruf pada tulisan tersebut disebut huruf palawa. Indonesia dulunya
berupa kerajaan-kerajaan yang menganut agama hindu yang tertera dalam batu
bertulis. Kebudayaan hindu dalam
zaman itu menpunyai kekuatan yang besar. Hal
- hal yang amat penting dalam pengaruh
kebudayaan hindu adalah mengenai susunan Negara dengan aneka bagian-bagian dan
fraksi-fraksinya.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan berarti pula kegiatan
(usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk
hasil kebudayaan. Di dalam kebudayaan
terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat, dan
sebagainya. Dengan demikian kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus
menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang
diwarisi kebudayaan tersebut.
Kejaraan-kerajaan di Indonesia
yang terletak dipantai atau pesisir dan ekonominya berdasakan perdagangan
maritime dengan armada-armada perdagangan .karena ekonominya hampir seluruhnya
berdasarkan perdagangan maka sistem politiknya sesuai dengan itu. Dari proses
perkembangan
perdagangan tersebut rupanya pedagang-pedagang Indonesia menjadi kaya. Dari
perdagangan tersebut daerah pesisir pantai terpengaruhi agama islam yang
pertama kali kerajaan di Indonesia adalah Samudra Paseh yang disebarkan bangsa
Gujarat . Dalam hubungan itulah kita dapat memahami pelajaran-pelajaran islam yang yang kemudian disiarkan oleh para wali . “Agama adalah keprihatinan maha
luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya terhadap panggilan dari
yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha luhur itu diungkapkan
dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap Tuhan, terhadap manusia dan
terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi, 1985:75).
Uraian ini
menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan yang Maha
Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang terwujud dalam
hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala isinya.
Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas atau wahyu
yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.
Jika kita teliti
budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu terdiri dari 5
lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam
dan Kristen (Andito, ed,1998:77-79) sebagai
berikut:
1.
Lapisan pertama adalah agama pribumi
yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang
yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon
di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan.
Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur
menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu
maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama
pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan
nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
2.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang
telah meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman
bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan
bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
3.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha,
yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan.
Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan
menjalani 8 tata jalan keutamaan.
4.
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan
kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan
shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat
dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar)
berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan
Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
5.
Lapisan kelima adalah agama Kristen,
baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan
antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam
kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat. Kasih
bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan
sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah
mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan
terhadap orang miskin.
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di
Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa
memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut
agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti
candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu
dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang
budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah
Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda
dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu
menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has
Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus
di Banten bermenara dalam
bentuk perpaduan antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar
merupakan perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya
India sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule
1994:159).
B.
Hubungan
Masyarakat dengan Agama
Pengertian dan
difinisi masyarakat sebagai berikut di bawah ini adalah beberapa
pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
1.
Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan.
2.
Menurut Karl Marx masyarakat adalah
suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan
akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3.
Menurut Emile Durkheim masyarakat
merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4.
Menurut Paul B. Horton & C. Hunt
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama
dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai
kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok /
kumpulan manusia tersebut.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat di lihat
bahwa masyarakat merupakan organisasi manusia yang selalu berhubungan satu sama
lain dan memiliki unsur-unsur pokok sebagai berikut:
1.
Orang-orang dalam jumlah relatif
besar saling berinteraksi,baik antara individu dengan kelompok maupun
antarkelompok sehingga menjadi satu kesatuan sosial budaya.
2.
Adanya kerja sama yang secara
otomatis terjadi salam setiap masyarakat, baik dalam skala kecil
(antarindividu) maupun dalam skala luas (antarkelompok). Kerja sama ini
meliputi berbagai aspek kehidupan seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, serta pertahanan dan keamanan.
3.
Berada dalam wilayah dengan
batas-batas tertentu yang merupakan wadah tempat berlangsungnya suatu tata
kehidupan bersama. Ada dua macam wilayah yang oleh Robert Lawang di sebut
satuan administratif (desa-kecamatan-kabupaten-provinsi), dan satuan teritorial
(kawasan pedesaan-perkotaan).
4.
Berlangsung dalam waktu relatif
lama, serta memiliki norma sosial tertentu yang menjadi pedoman dalam sistem
tata kelakuan dan hubungan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Konsep
masyarakat tidak berdiri sendiri,tetapi erat hubungannya dengan lingkungan. Hal
tersebut beraarti bahwa ketika seseorang berinteraksi dengan sesamanya, maka
lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi sikap-sikap, perasaan, perlakuan
dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungannya. Misalnya : lingkungan
keluarga, para remaja yang sebaya, lingkungan kerja dan kampus. Di
masimg-masing lingkungan itulah ia akan termasuk sebagai anggota kelompoknya.
Oleh karena itu, ia dapat menyertakan, memainkan sifat dan kehendak anggota
kelompoknya bahkan kadang-kadang menciptakan, meminjam, meniru dan
memperkenalkan perilaku yang berbeda dalam masyarakat sebagai berikut:
1. Fitrah terhadap Agama
Dalam masyarakat sederhana
banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung di sekitar manusia dan di dalam
diri manusia, tetapi tidak dapat dipahami oleh mereka. Yang tidak dipahami itu
dimasukkan ke dalam kategori gaib. Karena banyak hal atau peristiwa gaib
ini menurut pendapat mereka, mereka merasakan hidup dan kehidupan penuh kegaiban.
Menghadapi peristiwa gaib ini mereka merasa lemah tidak berdaya. Untuk
menguatkan diri, mereka mencari perlindungan pada kekuatan yang menurut
anggapan mereka menguasai alam gaib yaitu Dewa atau Tuhan. Karena itu hubungan mereka dengan para Dewa atau Tuhan menjadi akrab.
Keakraban hubungan dengan Dewa-Dewa atau Tuhan itu terjalin dalam berbagai segi
kehidupan: sosial, ekonomi, kesenian dan sebagainya. Kepercayaan dan sistem hubungan manusia dengan para Dewa atau Tuhan ini
membentuk sistem agama. Karena itu, dalam masyarakat sederhana mempunyai
hubungan erat dalam agama. Gmbaran ini berlaku di seluruh dunia.
2.
Pencarian Manusia terhadap Agama
Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berpikir. Oleh karena
itu, pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari muka bumi
ini. Penyimpangan dari sebuah ajaran agama dalam sejarah kehidupan manusia
dapat diketahui pada akhirnya oleh pemenuhan kepuasan berpikir manusia yang
hidup kemudian. Nabi Ibrahim a.s. dikisahkan sangat tidak puas menyaksikan
bagaimana manusia mempertuhankan benda-benda mati di alam ini seperti patung,
matahari, bulan, dan bintang. Demikian pula Nabi Muhammad SAW, pada akhirnya
memerlukan tahannus karena jiwanya tak dapat menerima aturan hidup yang
dikembangkan masyarakat Quraisy di Mekkah yang mengaku masih menyembah Tuhan
Ibrahim.
3.
Konsistensi Keagamaan
Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu mengatakan
realitas secara benar dan apa adanya. Namun, manusia juga memiliki ketrampilan
kejiwaan lain yang dapat menutupi apa-apa yang terlintas dalam hati nuraninya,
yaitu sifat berpura-pura. Meskipun demikian seseorang berpura-pura hanya dalam
situasi tertentu yang sifatnya temporal atau aksidental. Tiada keberpura-puraan
yang permanen dan esensial. Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya
terletak pada pengakuan hati nuraninya terhadap agama yang dipeluknya.
Konsistensi ini akan membekas pada seluruh aspek kehidupannya membentuk sebuah
pandangan hidup. Agama,
Budaya dan Masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki
hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam menciptakan
ataupun kemudian saling menegasikan.
Proses dialektika yang berjalan menurut Berger, dialami agama dengan tiga bentuk. Pertama, energi eksternalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat kemudian membentuk sebuah bentuk kedua, Objektivasi atas kreasi manusia dan akhirnya berputar kembali dalam bentuk ketiga, dengan arus informasi yang menginternalisasi kedalam individu-individu.
Dalam dialektika ini, bukan berarti stagnan. Hasil eksternalisasi yang ter-Objektivikasi selalu mengalami perkembangan, manusia tidak pernah puas atas hasil yang telah dicapai. Dalam pandangan yang Idealis atu perspektif, manusia memiliki pengandaian yang normatif yang selalu tidak berhenti dengan satu ciptaan. Ketidak terjebakan manusia dalam imanensi dan selalu berhadapan dengan keabsurdan membuat manusia –dan Agama yang juga berada dalam dialektika ini-akhirnya bersifat dinamis.
Proses dialektika yang berjalan menurut Berger, dialami agama dengan tiga bentuk. Pertama, energi eksternalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat kemudian membentuk sebuah bentuk kedua, Objektivasi atas kreasi manusia dan akhirnya berputar kembali dalam bentuk ketiga, dengan arus informasi yang menginternalisasi kedalam individu-individu.
Dalam dialektika ini, bukan berarti stagnan. Hasil eksternalisasi yang ter-Objektivikasi selalu mengalami perkembangan, manusia tidak pernah puas atas hasil yang telah dicapai. Dalam pandangan yang Idealis atu perspektif, manusia memiliki pengandaian yang normatif yang selalu tidak berhenti dengan satu ciptaan. Ketidak terjebakan manusia dalam imanensi dan selalu berhadapan dengan keabsurdan membuat manusia –dan Agama yang juga berada dalam dialektika ini-akhirnya bersifat dinamis.
C.
Faktor-faktor
yang menyebabkan masyarakat menolak kebudayaan baru
Masyarakat
dan kebudayaan dimanapun selalu dalam keadaan berubah,dapat dipahami bahwa pada
dasarnya kehidupan masyarakat di dunia
ini atau budaya manusia tidak ada yang tetap atau konstanta secara terus
menerus artinya setiap budaya pasti ada perubahan. Kenyataan dilapangan proses
perubahan kebudayaan dimasyarakat ada yang diterima dengan mudah ( cepat ),ada
yang diterima dengan lambat ,dan ada pula yang sulit menerima perubahan
sehingga memerlukan waktu yang sangat lama. Adapun Faktor-faktor yang
menyebabkan masyarakat menolak kebudayaan baru yaitu:
1.
Kurangnya
Hubungan dengan Masyarakat Lain
Kehidupan terasing
menyebabkan suatu masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan yang
telah terjadi. Hal ini menyebabkan pola-pola pemikiran dan kehidupan masyarakat
menjadi statis.
2.
Terlambatnya
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Kondisi ini dapat
dikarenakan kehidupan masyarakat yang terasing dan tertutup, contohnya
masyarakat pedalaman. Tapi mungkin juga karena masyarakat itu lama berada di
bawah pengaruh masyarakat lain (terjajah).
3. Sikap Masyarakat yang Masih Sangat Tradisional
Sikap
yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau dapat membuat terlena dan sulit
menerima kemajuan dan perubahan zaman. Lebih parah lagi jika masyarakat yang
bersangkutan didominasi oleh golongan konservatif (kolot).
4.
Rasa
Takut Terjadinya Kegoyahan pada Integritas Kebudayaan
Integrasi kebudayaan
seringkali berjalan tidak sempurna, kondisi seperti ini dikhawatirkan akan
menggoyahkan pola kehidupan atau kebudayaan yang telah ada. Beberapa golongan
masyarakat berupaya menghindari risiko ini dan tetap mempertahankan diri pada
pola kehidupan atau kebudayaan yang telah ada.
5.
Adanya
Kepentingan-Kepentingan yang Telah Tertanam dengan Kuat ( Vested Interest Interest)
Organisasi sosial
yang mengenal sistem lapisan strata akan menghambat terjadinya perubahan.
Golongan masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi tentunya akan
mempertahankan statusnya tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan terhambatnya
proses perubahan.
6. Adanya Sikap Tertutup dan Prasangka Terhadap Hal
Baru (Asing)
Sikap
yang demikian banyak dijumpai dalam masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa
lain, misalnya oleh bangsa Barat. Mereka mencurigai semua hal yang berasal dari
Barat karena belum bisa melupakan pengalaman pahit selama masa penjajahan,
sehingga mereka cenderung menutup diri dari pengaruh-pengaruh asing.
7.
Hambatan-Hambatan yang Bersifat Ideologis
Setiap usaha perubahan
pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah, biasanya diartikan sebagai usaha yang
berlawanan dengan ideologi
masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
8. Adat atau Kebiasaan yang Telah Mengakar
Adat
atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Adakalanya adat dan kebiasaan begitu kuatnya
sehingga sulit untuk diubah. Hal ini merupakan bentuk halangan terhadap
perkembangan dan perubahan kebudayaan. Misalnya, memotong padi dengan mesin
dapat mempercepat proses pemanenan, namun karena adat dan kebiasaan masyarakat
masih banyak yang menggunakan sabit atau ani-ani, maka mesin pemotong padi
tidak akan digunakan.
9.
Nilai
Bahwa Hidup ini pada Hakikatnya
Masyarakat cenderung
menerima kehidupan apa adanya dengan dalih suatu kehidupan telah diatur oleh
Yang Mahakuasa. Pola pikir semacam ini tentu saja tidak akan memacu pekembangan
kehidupan manusia.
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kebudayaan di Indonesia mempengaruhi kepercayaan masyarakat di Indonesia.
Dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah
mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan
agama, suku dan ras. Dari konsep
masyarakat tidak berdiri sendiri,tetapi erat hubungannya dengan lingkungan. Hal
tersebut berarti bahwa ketika seseorang berinteraksi dengan sesamanya, maka
lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi sikap-sikap, perasaan, perlakuan
dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungannya. Dan kebudayaan Indonesia berasal dari para musyafir luar yang bertandang
di Indonesia dan sejarah Indonesia yang dahulu berupa kerajaann juga
mempengarui kepercayaan masyarakat Indonesia.
B.
Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus terbuka terhadap kebudayaan asing akan
tetapi kita juga harus seleksi dalam menerima kebudayaan asing yang tidak sesuai
dengan ideologi bangsa kita.